Ada fenomena yang khas di Batam akhir-akhir ini. Di perempatan-perempatan lampu merah, pujasera-pujasera dan tempat-tempat keramaian lainnya, kini banyak ditemui anak-anak berusia sepuluh tahunan kebawah sedang menjajakan koran. Kalau dulu penjual-penjual koran ini biasanya adalah orang-orang dewasa, kini peran mereka digantikan oleh anak-anak kecil yang seharusnya masih duduk di bangku sekolah dasar. Ternyata kebanyakan dari anak-anak penjual koran ini sudah tidak sekolah lagi. Ini sungguh keadaan yang sangat memprihatinkan.
Dan ironisnya lagi anak-anak ini diorganisasikan oleh sekelompok orang untuk mendapatkan keuntungan. Pada suatu saat penulis pernah melihat di jalan depan Panbill Mall ada sebuah mobil carry yang bertuliskan salah satu media cetak yang terbit di Batam sedang mengangkut anak-anak usia dibawah sepuluh tahunan itu sambil membawa koran-koran yang akan dijajakan oleh anak-anak ini di perempatan-perempatan lampu merah dan tempat-tempat keramaian di Batam. Ada lagi loper atau agen-agen media cetak yang juga mengorganisasikan anak-anak ini, setiap pagi mereka mengedrop koran-koran mereka yang kemudian dijajakan anak-anak ini, kemudian setelah hari sudah siang agen-agen in mengambil hasilnya dari anak-anak penjual koran itu.
Ketika pemerintah sedang menggalakkan program wajib belajar 9 tahun ternyata hal ini tidak menjadikan orang-orang yang lebih dewasa (dalam hal ini orang-orang yang mempekerjakan dan mengorganisasikan anak-anak dibawah umur ini) menyadari bahwa program itu adalah kewajiban seluruh masyarakat tidak hanya pemerintah semata. Tetapi orang-orang tidak bertanggung jawab ini malah menjerumuskan masa depan anak-anak ini ke dalam jurang kebodohan dan kemiskinan secara intelektual di masa yang akan datang. Hanya demi keuntungan materi mereka rela mengorbankan hak-hak anak-anak tersebut untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Katakanlah anak-anak itu dari keluarga miskin yang tidak mampu menyekolahkan anak-anaknya, kemudian dengan alasan ingin menolong, mereka memberikan pekerjaan sebagai penjual koran sehingga anak-anak itu bisa mempunyai penghasilan sendiri yang dapat dipakai membantu ekonomi orang tuanya, apakah ini perbuatan yang dibenarkan?
Tidak sama sekali. Belajar adalah hak dan kewajiban bagi anak-anak seusia itu. Ketika seseorang mempekerjakan anak-anak dibawah umur dengan alasan apapun, hal itu adalah pelanggaran hukum. Dan seharusnya pihak media cetak yang menerbitkan koran-koran tersebut tidak mengijinkan korannya dijajakan oleh anak-anak dibawah umur. Ketika anak-anak dibawah umur menjadi penjual koran-koran mereka maka secara tidak langsung pihak media cetak juga mempekerjakan anak-anak dibawah umur. Setidaknya ada tanggung jawab moral dari pihak media cetak untuk ikut turut serta mencerdaskan kehidupan bangsa dan mensukseskan program wajib belajar sembilan tahun. Tidak dengan mengotori misi untuk mencerdaskan masyarakat dengan memberikan informasi-informasi yang bermanfaat tetapi dengan menggunakan jalan yang malah membuat bodoh generasi mudanya karena ternyata yang menjajakan produk informasi ini adalah anak-anak dibawah umur yang notabene saat ini usia mereka adalah usia sekolah.
Melihat masih adanya anak-anak usia sekolah yang tidak mampu bersekolah karena kondisi orang tuanya yang miskin dan tidak mampu membayar uang sekolah, seharusnya pemerintah bertindak dengan cepat untuk menolong mereka. Tidak ada alasan bagi pemerintah tidak mempunyai dana anggaran untuk menolong keluarga miskin yang tidak mampu menyekolahkan anaknya. Karena mendapatkan pendidikan yang layak adalah hak dari seluruh warga negara Indonesia. Dan kewajiban pemerintah lah untukmenyediakan pendidikan yang kayak bagi warganya. Ada hal yang tidak dilakukan oleh aparat pemerintah, dalam hal ini pendataan yang baik bagi warganya yang tidak mendapatkan pendidikan yang layak. Seharusnya dari tingkat RT bisa memberikan laporan bila ada warganya yang tidak mampu bersekolah, laporan ini harus disampaikan ke kelurahan, dari kelurahan ini saja seharusnya pemerintah sudah langsung bisa melakukan tindakan untuk memberikan bantuan kepada keluarga miskin yang tidak mampu menyekolahkan anaknya. Dan sekali lagi ini adalah kewajiban pemerintah untuk memberikan pendidikan yang layak bagi warganya. Tidak adanya komunikasi dari aparat pemerintah ditingkat paling bawah dengan masyarakat dan terlalu berbelitnya birokrasi di pemerintahanlah yang membuat tidak terpantaunya keluarga miskin yang tidak mampu menyekolahkan anaknya.
Untuk memotong jalur birokrasi yang berbelit ini bisa juga pemerintah membuat pos pengaduan secara online pada dinas-dinas terkait seperti dinas pendidikan dan dinas sosial. Sehingga akan mempermudah bagi pemerintah untuk mendapatkan laporan masyarakat. Bila ada laporan mengenai kasus anak yang tidak mampu bersekolah, aparat pemerintah harus proaktif untuk menjemput bola, dalam hal inilah fungsi pemerintah sebagai pelayan masyarakat dituntut. Tidak dengan menunggu semua laporan datang ke kantor tetapi harus turun langsung ke lapangan, hingga masalahnya selesai. Sifat masyarakat Batam yang individualistis juga mengakibatkan hal-hal seperti ini terjadi. Banyak yang tidak peduli kenapa anak usia sekolah berkeliaran menjual koran pada jam-jam sekolah. Rasa tidak mau tahu masyarakat ini yang mengakibatkan hal ini menjadi marak. Seharusnya masyarakat menjadi kontrol terhadap hal-hal seperti ini. Banyak cara yang bisa dilakukan untuk menolong masyarakat yang tidak mampu untuk menyekolahkan anaknya. Seperti membayar zakat penghasilan atau zakat profesi sebesar 2.5% dari penghasilan ke lembaga dana sosial, Badan Amil Zakat (BAZ) atau ke Rumah Zakat adalah suatu tindakan nyata yang bisa dilakukan untuk membantu keluarga miskin agar bisa menyekolahkan anak-anaknya. Karena dana zakat yang terkumpul nantinya akan digunakan untuk membantu keluarga miskin untuk memberdayakan perekonomiannya sehingga nantinya mereka bisa menyekolahkan anak-anaknya.
Membantu warga miskin dengan memberikan sedekah kepada pengemis di pinggir-pinggir jalan dan tempat-tempat ibadah dan membeli koran dari anak-anak dibawah umur, sesungguhnya bukan menolong tetapi malah semakin menjerumuskan orang-orang tersebut ke dalam lembah kemiskinan dan kemalasan. Sedekah yang kita berikan kepada mereka tidak akan membuat mereka menjadi berdaya. Tetapi membuat mereka menjadi lebih tidak berdaya. Karena sedekah yang kita berikan tidak akan membantu mereka untuk memperbaiki nasib mereka, tetapi hanya membantu untuk bertahan hidup pada saat itu setelah itu keesokan harinya dia akan melakukan hal yang sama. Dan kemalasan itu akhirnya menjadi kehidupannya. Ataupun dengan melakukanhal-hal yang tidak terlalu butuh usaha yang besar pun ternyata mereka mampu hidup. Ini akan menjadikan mereka tidak mempunyai motivasi untuk memperbaiki kondisi kehidupannya.
Wahyudi, Batam 10 Mei 2008 (Terinspirasi dari anak penjual koran di perempatan lampu merah Mukakuning)